MAKALAH
KERUCUT
PENGALAMAN DALE DALAM MEDIA PEMBELAJARAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
mata kuliah “Media
Pembelajaran”
dengan dosen pengampu : Team Teaching
Disusun oleh:
Isnaini Putri Rosyda (15480040)
Fifi Aris Wulandari (15480102)
Syahadati Nur M. (15480112)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH
IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016
KERUCUT
PENGALAMAN DALE DALAM MEDIA PEMBELAJARAN
Abstrak
Seiring dengan semakin majunya teknologi di era modern seperti saat
ini, tentunya dunia pendidikan juga akan semakin banyak melakukan perbaikan
dalam berbagai hal. Seperti dalam hal ini, yaitu mengenai media yang digunakan
dalam pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan ini banyak macamnya.
Misalnya ada media yang berbentuk visual, audio, atau bahkan audio dan visual.
Peran media tentunya begitu penting dalam memahamkan peserta didik dalam
menangkap materi yang disampaikan oleh pendidik. Maka dari itu, di sini
diperlukan adanya alat bantu atau media yang digunakan sebagai perantara
penyampaian komunikasi pembelajaran.
Media pembelajaran yang dapat diperoleh siswa tidak hanya berasal
dari satu sumber belajar. Namun, membuthkan berbagai sumber belajara yang dapat
mendukung tingkat pemahaman siswa terhadap pelajaran. Untuk itu, muncullah
suatu klasifikasi yang dikemukakan oleh Dale yang disebut dengan “kerucut
pengalaman Dale”. Dalam kerucut ini pengalaman belajar anak dikategoriakn dari
hal yang konkret menuju hal yang abstrak. Dari adanya pengklasifikasian ini,
diharapkan mampu membantu siswa dan pendidik dalam pemilihan media pembelajaran
yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pesrta didk dan juga sesuai tahap
perkembangan mereka.
Kata Kunci: pendidikan, media, pembelajaran, pengalaman
BAB I
A.
Latar
Belakang Masalah
Media pembelajaran adalah alat bantu
yang dapat membantu proses balajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas
makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran
dengan lebih baik dan sempurna. Media pembelajaran merupakan alat bantu proses
belajar mengajar yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan kemampuan atau keterampilan belajar sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar. Pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar
mengajar tidaklah dapat lepas dari adanya peran serta media di dalamnya. Media
dianggap sebagai alat bantu yang dapat mempermudah pendidik dalam menyampaikan
pesan atau materi kepada peserta didik. Sehingga peserta didik dapat memahami
materi yang diajarkan dengan baik.
Peran serta media di sini tentu
bukanlah satu-satunya alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran. Dalam
pembelajaran pendidik juga dituntut
harus mampu menghadirkan suasana yang nyata kepada anak didiknya. Dalam hal ini,
maka peserta didik perlu adanya pengalaman belajar yang lebih. Biasanya proses
belajar yang mereka dapatkan secara langsung di lapangan akan memberikan
pengaruh yang lebih besar. Dalam hal ini pulalah, muncul adanya
pengklasifikasian kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Dale yang diberi nama
kerucut pengalaman Dale.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
Pengertian dari Media Pembelajarandan Bagaimana Sejarah Singkat dari Munculnya Dale
Cone’s Experience?
2.
Bagaimana
Tingkatan Pengalaman dalam Dale Cone’s Experience?
3.
Bagaimana
Hubungan Antara Pembelajaran Kontekstual
dengan Kerucut Pengalaman ?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari media dan untuk mengetahui sejarah singkat dari
munculnya Dale Cone’s Experience
2.
Untuk
mengetahui tingkatan pengalaman dalam Dale Cone’s Experience
3.
Untuk
mengetahui hubungan antara pembelajaran kontekstual dengan kerucut pengalaman
D.
Kerangka
Teori
Pengertian media secara harfiah yaitu “perantara” atau “pengantar”.
Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan, dan dapat merangsang
pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar pada dirinya. [1] Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat
bantu tersebutlah, Edgar Dale mengadakan klasifikasi menurut tingkat konkret ke
tingkat yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut dikenal dengan “kerucut
pengalaman” dari Edgar Dale yang pada saat itu dianut luas dalam alat bantu
yang sesuai untukpengalaman belajar. [2]
Kerucut pengalaman yang dikemukakan menggambarkan bahwa pengalaman
belajar siswa dapat diperoleh melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri,
proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu. Semakin konkret siswa
mempelajari bahan pembelajaran contohnya melalui pengalaman langsung, maka
semakin banyak pengalaman yang didapatkan oleh siswa. Sebaliknya semakin
konkret siswa mendapatkan pengalaman contohnya menggunakan bahasa verbal, maka
semakin sedikit pengalaman yang diperoleh oleh siswa.
Dari gambaran kerucut pengalaman tersebut siswa akan lebih konkret
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung, melalui bneda-benda tiruan,
melalui gambar, drama, demonstrasi wisata dan melalui pameran. Hal ini sangat
efektif untuk siswa karena dapat secara langsung bergubungan dengan objek yang
dipelajari. Sedangkan siswa akan lebih abstrak memperoleh pengalaman melalui
benda-benda atau alat peragaan seperti televisi, gambar hidup/film, radio atau tape
recorder, dan lambang visual. [3]
Alasan yang melatarbelakangi munculnya pembelajaran kontekstual
adalah karena rendahnya keluaran atau hasil pembelajaran siswa, di mana
sebagian siswa tidak mampu untuk menghubungkan materi pelajaran yang mereka
dapatkan dari pembelajaran dengan kenyataan yang ada secara konkret di
lapangan. Maka berangkat dari hal tersebutlah, diperlukan adanya pembelajaran
yang mampu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa
yaitu dengan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning.
[4]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Media Pembelajaran dan Sejarah Singkat Munculnya Dale’s Cone
Of Experience
Pengertian media secara harfiah yaitu “perantara” atau “pengantar”.
Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan, dan dapat merangsang
pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong
terjadinya proses belajar pada dirinya.[5]
Jadi, dengan adanya media peserta didik dapat lebih mudah dalam memahami materi
yang disampaikan oleh guru. Sedangkan pengertian dari media pembelajaran adalah
suatu alat bantu baik secara fisik maupun non fisik yang digunakan dalam proses belajar mengajar agar dapat
memperjelas penyampaian materi atau pesan dari pendidik kepada peserta didik.
Pada awal sejarah pembelajaran, media hanyalah alat bantu yang
digunakan guru untuk menyampaikan
pelajaran. Alat bantu yang
digunakan mula-mula adalah alat bantu visual, yaitu berupa sarana yang dapat memberikan
pengalaman visual terhadap siswa, yang digunakan untuk mendorong motivasi
belajar, memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak. Dengan berkembangnya
teknologi khususnya audio, pada pertengahan ke-20 lahirlah alat bantu audio
yang menggunakan pengalamanyang konkret untuk menghindari verbalisme (kekaburan
pengetahuan).
Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu tersebutlah,
Edgar Dale mengadakan klasifikasi menurut tingkat konkret ke tingkat yang paling
abstrak. Klasifikasi tersebut dikenal dengan “kerucut pengalaman” dari
Edgar Dale yang pada saat itu dianut luas dalam alat bantu yang sesuai
untukpengalaman belajar.[6]
B.
Tingkatan Dale’s Cone Of Experience
Adapun
tingkatan dalam penggolongan Kerucut Pengalaman sebagai berikut:
Dari kerucut tersebut maka dapat kita ketahui rinciannya sebagai
berikut:
1.
Pengalaman
langsung dan bertujuan
Pengalaman langsung diperoleh dengan jalan berhubungan langsung.
Sedangkan pengalaman bertujuan diperoleh dengan memiliki tujuan untuk dicapai. Pengalaman
langsung juga merupakan pengalaman yang diperoleh siswa sebagai
hasil dari aktivitas sendiri. Siswa mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu
yang berhubungan dengan pencapaian tujuan.[7]
Siswa berhubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa
menggunakan perantara. Karena diperoleh siswa secara langsung maka menjadi
konkret sehingga akan memiliki ketepatan yang tinggi.[8] Sehingga melalui pengalaman langsung ini akan dapat memberikan
suasana pembelajaran yang lebih nyata pada siswa karena mereka dapat melakukan
berbagai kegiatan dalam pembelajaran tersebut secara lansung. Misalnya saja
dalam pembuatan relief peserta didik dapat dilibatkan secara langsung di
dalam pembuatannya dengan tetap adanya arahan dari pendidik tentunya.
2.
Pengalaman
tiruan
Pengalaman ini diperoleh dengan benda-benda atau kejadian tiruan
dari yang sebenarnya. Pengalaman yang diperoleh dari memanipulasi suatu benda
yang mendekati sebenarnya. Pengalaman tiruan itu bukanlah pengalaman langsung
lagi, sebab objek yang dipelajari bukan asli melainkan yang menyerupai bentuk
sesungguhnya. Manfaat mempelajari objek tiruan yaitu untuk menghindari
terjadinya verbalisme. Misalkan siswa akan mempelajari beruang kutub atau panda. Oleh karena itu, binatang tersebut
sulit diperoleh apalagi dibawa dikelas, maka untuk mempelajarinya dapat
menggunakan model binatang yang menyerupai binatang yang sulit tersebut namun
terbuat dari plastik.[9]
Dengan pengalaman tiruan ini, maka dapat memberikan gambaran secara lebih jelas
kepada siswa tentang objek tertentu. Sehingga dapat meminimalisir adanya salah
pengertian atau salah pemahaman oleh peserta didik dalam menerima informasi.
3.
Dramatisasi
Pengalaman melalui drama, pengalaman yang diperoleh dari kondisi
drama (peraga) dengan menggunakan skenario sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai. Walaupun siswa tidak mengalami secara langsung, namun siswa akan lebih
menghayati berbagai peran yang dimainkan. Tujuannya agar siswa mendapatkan
pengalaman belajar yang lebih luas dan konkret.[10]
Penyajian dalam bentuk drama, dari berbagai gerakan dengan pakaian dan
dekorasi.[11]
Di mana dengan adanya kesesuaian antara gerakan dengan pakaian dan dekorasi
yang dirancang sedemikian rupa, maka drama dapat tersampaikan dengan lebih
jelas. Misalnya dengan pakaian tertentu dapat menggambarkan sosok tokoh
tertentu dalam drama.
Dramatisasi ini dapat dilakukan dipanggung (de play),
pertunjukan sejarah setempat yang dilakukan ditempat terbuka (the pageant),
sandiwara bisu (panronime), permainan yang merupakan skene yang
tidak ada gerakan atau suara (tableau), sandiwara yang terdiri dari
boneka-boneka yang diberi pakaian (pupet), drama yang bersifat
perorangan yang menggambarkan ketegangan-ketegangan yang terdapat dalam dirinya
(psyco-drama), drama kemasyarakatan (socio-drama), atau bermain
peranan (role playing).[12]
Melalui drama ini pesan yang ingin disampaikan oleh para pemainnya dapat
tersalurkan kepada audiens secara lebih jelas.
4.
Demonstrasi
Demonstrasi adalah petunjuk cara membuat suatu proses.[13]
Pengalaman melalui demonstrasi yaitu teknik penyampaian informasi melalui
peragaan. Contohnya dalam drama siswa terlibat secara langsung dalam masalah
yang diperankan walaupun bukan situasi nyata,
maka pengalaman demonstrasi siswa hanya melihat peragaan orang lain.[14]
Dalam buku lain dijelaskan demonstrasi yaitu pengalaman melalui percontohan
atau pertunjukan mengenai suatu hal atau sesuatu proses, misalnya cara membuat
panganan, sabun deterjen dan sebagainya.
5.
Karyawisata
Karyawisata adalah membawa kelas objek luar sekolah yang bermaksud
menambah, memperkaya dan memperluas pengalaman siswa. Dengan melakukan
pengalaman karyawisata ini akan menjadikan kelas aktif untuk mengadakan
observasi terhadap suatu obyek tertentu, mencatat, melakukan tanya jawab dan
membuat laporan.[15]
Dalam buku lain, Pengalaman wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh dari
kunjungan siswa terhadap suatu objek yang ingin dipelajari. Melalui wisata
siswa dapat mengamati secara langsung, mencatat dan bertanya tentang hal-hal
yang dikunjungi.[16]
Dengan berkaryawisata selain dapat menambah pengetahuan siswa, juga dapat
dijadikan sebagai sarana hiburan yang mendidik.
6.
Pameran
Pameran adalah usaha untuk menunjukkan suatu hasil karya. Melaui pameran
siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari seperti karya seni baik
seni tulis, seni pahat, atau benda-benda bersejarah dan hasil teknologi modern
yang berbagai cara kerjanya. Pameran lebih abstrak kerjanya dibandingkan dengan
wisata, sebab pengalaman yang diperoleh hanya terbatas pada kegiatan mengamati
wujud benda itu sendiri, namun demikian, untuk memperoleh wawasan, dapat
dilakukan melalui wawancara dengan pemandu dan membaca leafletatau booklet
yang disediakan penyelenggara.[17]
Pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui pertunjukan hasil
pekerjaan siswa, perkembangan dan kemajuan sekolah. Benda-benda yang dipamerkan
dapar berupa model specimen barang hasil kerajinan dan sebagainya.[18]
Penyelenggaraan pameran ini bertujuan untuk mempertunjukkan hasil karya siswa,
pekerjaan dan kemajuan sekolah di mata masyarakat umum.
7.
Televisi
Pengalaman melalui televisi merupakan mengalaman yang tidak langsung,
karena televisi merupakan perantara. Melalui televisi siswa dapat menyaksikan
berbagai peristiwa dari jarak jauh yang
sesuai dengan program yang dirancang.[19]
Dalam buku lain dikatakan bahwa televisi adalah suatu media yang digunakan
untuk menyampaikan pendidikan pada anak dan masyarakat yang diperoleh melalui
program-program yang ditayangkan melalui televisi, seperti program Televisi
Pendidikan Indonesia (TPI) dan televisi lainnya yang dapat memberikan tayangan
yang bersifat mendidik.[20]
Melalui media televisi ini siswa dapat memperoleh gambaran mengenai berbagai
objek atau suatu peristiwa di belahan dunia manapun, yang nantinya kan
memberikan suatu informasi yang dapat dijadikan sebagai informasi dalam
belajar. Yang terpenting tayangan yang terkandung di dalamnya bersifat mendidik
bagi penontonnya terutama anak-anak.
8.
Gambar
hidup atau film
Rangkaian gambar yang diproyeksikan ke layar yang nampak seperti
gambar sebenarnya. Gambar hidup atau film ini memberikan tampilan berupa visual
dan audio. Sehingga akan lebih menarik untuk dinikmati. Dengan mengamati film
siswa belajar sendiri walaupun bahan yang dipelajari terbatas sesuai dengan
naskah yang disusun.
9.
Radio
Merupakan media audio yang dapat digunakan untuk media pembelajaran
secara efektif dan menimbulkan motivasi bagi para pendengarnya yang diperoleh
dalam bentuk ceramah, wawancara, sandiwara dan sebagainya. Pengalaman melalui
radio atau tipe recorder ini bersifat abstrak dibandingkan pengalaman
melalui gambar hidup, sebab hanya mengandalkan salah satu indra saja yaitu
indra pendengaran.
10.
Gambar
Yaitu segala sesuatu yang diwujudkan
secara visual dalam bentuk dua dimensi atau tiga dimensi. Pengalaman disini
diperoleh dari segala sesuatu yang diwujudkan secara visual seperti dalam
bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan dan pikiran, misalnya lukisan
ilustrasi kari katur, kartun, poster, potret, slide, dan sebagainya.[21]
Gambar tersebut dapat memberikan pesan tertentu kepada penontonnya saat
melihatnya.
11.
Lambang
visual
Gambaran yang secara keseluruhan dapat divisualkan.[22]
Pengalaman disini diperoleh melalui lambang-lambang visual, seperti hasil
lukisan yang bentuknya lengkap atau tidak lengkap (sketsa), kombinasi garis
dengan gambar yang dijelmakan secara logis untuk meragakan antara fakta dengan
ide (bagan), gambaran yang memberi keterangan tentang angka-angka (grafik),
gambar untuk pengetahuan, peringatan atau menggugah (poster) lukisan yang bersambung
berupa cerita (komik), gambar untuk mrnghibur, mengeritik (kartun), kombinasi
antara garis dan gambar yang menunjukkan gabungan intern yang bersifat abstrak
(diagram), dan gambar yang melikiskan lambang dari keadaan yang sebenarnya
(peta).[23]
Pengalaman melalui lambang-lambang visual seperti grafik, gambar dan bagan.
Sebagai alat komunikasi lambang visual dapat mengetahui pengetahuan sisiwa yang
lebih luas. Siswa dapat memahami berbagai perkembangan atau struktur melalui
bagan dan lambang visual lainnya[24].
12.
Lambang
kata
Pengalaman
semacam ini dapat diperoleh dalam buku dan bahan bacaan.[25]
Misalnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kita dapat menemukan kumpulan kata
yang memiliki makna tertentu. Pengalaman melalui media verbal atau lambang kata,
merupakan pengalaman yang sifatnya abstrak, karena siswa memperoleh pengalaman
melalui bahasa, baik lisan maupun tulisan.
Berdasarkan penjelasan diatas lambang kata menempati posisi nilai
yang sangat rendah. Oleh karena itu, agar pembelajaran dapat memberikan
pengalaman yag lebih berarti, maka perlu dipikirkan mengenai media yang akan
digunakan agar siswa mendapatkan pengalaman yang lebih konkret.[26]
Kerucut pengalaman dianut secara luas untuk menentukan alat bantu yang sesuai
untuk pembelajaran siswa agar memperoleh pengalaman belajar secara mudah.
Kerucut pengalaman yang dikemukakan menggambarkan bahwa pengalaman
belajar siswa dapat diperoleh melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri,
proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu. Semakin konkret siswa
mempelajari bahan pembelajaran contohnya melalui pengalaman langsung, maka
semakin banyak pengalaman yang didapatkan oleh siswa. Sebaliknya semakin
konkret siswa mendapatkan pengalaman contohnya menggunakan bahasa verbal, maka
semakin sedikit pengalaman yang diperoleh oleh siswa.
Dari gambaran kerucut pengalaman tersebut siswa akan lebih konkret
memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung, melalui benda-benda tiruan,
melalui gambar, drama, demonstrasi wisata dan melalui pameran. Hal ini sangat
efektif untuk siswa karena dapat secara langsung bergubungan dengan objek yang
dipelajari. Sedangkan siswa akan lebih abstrak memperoleh pengalaman melalui
benda-benda atau alat peragaan seperti televisi, gambar hidup/film, radio atau tape
recorder, dan lambang visual.
Kedudukan media pembelajaran dalam sisitem belajar mengajar
memiliki sifat yang sangat penting. Sebab semua pengalaman belajar tidak
diperoleh dari pengalaman langsung. Olsen berpendapat bahwa prosedur belajar
dapat ditempuh dalam tiga hal :
(1)
Pengajaran
langsung melalui pengalaman langsung. Pengajaran ini diperoleh dengan teknik
karyawisata, wawancara, resource visitor.
(2)
Pengajaran
tidak langsung, dapat melalui alat peraga. Pengalaman ini diperoleh melalui
gambar, peta, bagan, objek, model, TV dan lain-lain.
(3)
Pengajaran tidak langsung melalui lambang
kata, misalnya melalui kata-kata dan rumus-rumus
Kerucut pengalaman secara luas untuk menentukan alat bantu atau
media apa yang sesuai agar siswa pemperoleh pengalaman belajar agar mudah
dipahami. Kerucut pengalaman menggambarkan bahwa pengalaman belajar yang
diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang
dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses
mendengarkan melalui bahasa.[27]
Menurut Dale,
pembelajaran yang paling konkret adalah pengalaman langsung atau observasi
kelapangan/lokasi. Artinya penggunaan media real object adalah paling
efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.[28]
Sependapat dengan Dale, bahwa penggunaan real objek lebih efektif karena
sesuai dengan perkembangan anak yang akan lebih mudah memahami materi dalam
pembelajaran yang diajarkan jika menggunakan media langsung (real object).
Selain itu, penggunaan media real object juga akan memberikan pengalaman
pada siswa secara konkrit sehingga informasi yang didapatkan akan tersimpan
dalam memori atau daya ingat anak dalam jangka waktu yang panjang. Dan anak
dapat menggali serta mengembangkan konsep pengetahuannya sendiri.
Salah satu gambar
yang paling banyak digunakan untuk acuan landasan teori penggunaan media dalam
proses pembelajaran adalah Dale’s Cone of Experience (Dale, 1969). Hasil
belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan
yang ada di lingkungan kehidupan seseorang melalui benda tiruan, sampai ke
lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abtrak
media penyampaian pesan. Semakin ke bawah semakin konkret media penyampaian pesan. Urutan kerucut pengalaman
tidak berarti proses belajar dan interaksi pembelajaran harus selalu dimulai
dari pengalaman langsung, melainkan dimulai dari jenis pengalaman yang sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.[29]
Dasar pengembangan
kerucut pengalaman bukanlah tingkat kesulitan, malainkan gambaran tingkat
keabstrakan jumlah jenis indra yang turut serta dalam penerimaan isi pengajaran
atau pesan yang mempengaruhi pemahaman siswa dalam pembelajaran.[30]
Jadi, dalam kerucut pengalaman yang disampaikan oleh Dale bahwa tingkatan yang
ada di dalamnya bukanlah berdasarkan tingkat kesulitan yang diperoleh atau akan
didapatkan oleh siswa dalam suatu pembelajaran, namun hal tersebut berdasarkan
tingkat keabstrakannya. Di mana semakin ke atas maka akan semakin abstrak apa
yang diperoleh oleh siswa, dan semakin ke bawah maka akan semakin konkret. Dan
ini juga bisa dikatakan berdasarkan keinderaan. Misalnya, jika suatu pesan
disampaikan dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik atau kata, maka indera
yang terlibat akan semakin terbatas yaitu di sini yang terlibat hanya indera
penglihatan dan pendengaran, meskipun dalam situasi ini daya imajinatif akan
berkembang tapi ini akan memberikan gambaran yang abstrak terhadap peserta didik.
Kerucut Edgar Dale ini memberikan gambaran pada kita bahwa proses pengalaman
belajar yang diperoleh peserta didik dapat melalui proses perbuatan atau
mengalaminya langsung, melalui proses pengamatan dan mendengarkan melalui media
tertentu atau mungkin hanya melalui proses mendengarkan melalui bahasa. Model
pembelajaran hands on mathematics dengan pemanfaatan LKPD merupakan
model pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar peserta didik melalui
pengalaman langsung, yang akan memberikan hasil belajar yang konkret. Dengan
adanya alat peraga kertas berpetak yang berbentuk persegi panjang, persegi,
jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium maka materi luas segi
empat menjadi tidak abstrak lagi. Semakin keatas dari kerucut pengalamzan Edgar
Dale ini, maka pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik akan semakin
abstrak. Semakin konkret peserta didik mempelajari bahan pengajaran, maka
semakin banyaklah pengalaman belajar yang diperolehnya.[31]
C. Hubungan antara Pembelajaran Kontekstual dengan Kerucut
Pengalaman
Alasan yang melatarbelakangi munculnya pembelajaran kontekstual
adalah karena rendahnya keluaran atau hasil pembelajaran siswa, di mana
sebagian siswa tidak mampu untuk menghubungkan materi pelajaran yang mereka
dapatkan dari pembelajaran dengan kenyataan yang ada secara konkret di
lapangan. Maka berangkat dari hal tersebutlah, diperlukan adanya pembelajaran
yang mampu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa
yaitu dengan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning.
[32]
Dengan adanya pembelajaran kontekstual ini diharapkan peserta didik mampu
untuk mengaitkan materi yang telah diajarkan dengan kondisi nyata yang ada
dalam kehidupan terutama di kehidupan sehari-hari.
Sebelumnya kita perlu mengetahui apa itu pembelajaran kontekstual.
Sebagaimana yang dijelaskan oleh beberapa ahli berikut ini tentang pembelajaran kontekstual yaitu:
1.
Menurut
Blanchard, Berns dan Erickson, mengemukakan bahwa:
Contextual teaching and learning is a conception of teaching and
learning that helps teacher relate
subject matter content to real world situations; and motivates students to make
connections between knowledge and its applications to their lives as family
members, citizens, and workers, and engage in the hard work that learning
requires.
Dengan
demikian pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga, warga negara, dan pekerja.[33]
2.
Menurut
Hull’s dan Sounders, mengemukakan bahwa:
In Contextual Teaching and Learning (CTL), student discover
meaningful relationship between abstract ideas and practical applications in a
real world context. Students internalize concept through discovery,
reinforcement, and interrelationship. CTL creates a team, whether in the
classroom, lab, worksite, or on the banks of a river. CTL encour-ages educators
to design learning environments that incorporate many forms of experience to
achieve the desired outcomes.[34]
Hal ini menunjukkan bahwa di dalam pembelajaran kontekstual, siswa
menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis
di dalam konteks dunia nyata. Siswa menginternalisasi konsep melalui penemuan,
penguatan, dan keterhubungan. Pembelajaran kontekstual menghendaki kerja dalam
sebuah tim, baik di kelas, laboratorium, tempat bekerja maupun bank.
Pembelajaran kontekstual menuntut guru mendesain lingkungan belajar yang
merupakan gabungan beberapa bentuk pengalaman untuk mencapai hasil yang
diinginkan.[35]
Dari dua pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran
kontekstual adalah suatu sudut pandang dalam pembelajaran di mana baik siswa
maupun guru harus mampu mengaitkan materi yang dipelajari atau diajarkan dengan
situasi dan kondisi dalam dunia nyata sehingga dengan demikian siswa khususnya
dapat memperoleh dan menemukan makna dari suatu pengalaman dalam kehidupan
sehari-hari baik itu di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun warga
negara.
Dalam peoses pembelajaran, siswa perlu mendapatkan pengalaman
langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventori,
investigasi, penelitian dan sebagainya. Proses pembelajaran akan berlangsung
cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, pemanfaatan
sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain
secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan motivasi, sangatlah bermanfaat
penggunaan strategi pembalajaran dan media seperti audio, video, membaca dan
menelaah buku teks, dan sebagainya. [36]
Dalam kaitannya dengan kerucut pengalaman, secara lebih rinci Wyatt dan Looper
(1999) mengemukakan berbagai strategi pembelajaran dan pengaruhnya terhadap
kemampuan siswa mengingat pelajaran dengan gambaran “Kerucut Pengalaman”
sebagai berikut:
Kerucut pengalaman
Gambar Kerucut pengalaman dari
Wyatt dan Looper (1999)[37]
Berdasarkan gambar “kerucut pengalaman”
tersebut, tampak jika metode ceramah mendominasipembelajaran, maka siswa hanya
mendengarkan (verbal) saja dan hasilnya materi yang diingat hanya 20% saja.
Jika guru menggunakan alat bantu visual barupa gambar, diagram, melihat video
film, melihat demonstrasi, maka siswa hanya terlibat secara visual saja dan
hasilnya materi yang diingat hanya 30%. Jika siswa dilibatkan dalam diskusi,
maka kemampuan siswa dalam mengingat pelajaran cukup baik yaitu 50%, dan jika
mempresentasikan hasil diskusi tersebut, maka hasilnya akan jauh lebih baik
yaitu 70% materi dapat ddinagt siswa. Pembelajaran yang menekankan pada siswa
untuk berbuat melalui bermain peran, melakukan simulasi, dan mengerjakan hal
yang nyata, maka kemampuan siswa untuk mengingat materi pelajaran yang tinggi
yaitu 90%. Dengan demikian, keberhasilan pembelajaran datang dari siswa dengan
mengalami langsung dan melakukan sendiri materi pelajaran dengan bantuan guru
sebgai motivator dan fasilitator.[38]
Melihat
dari hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran kontekstual
merupakan jenis pembelajaran yang menuntut pendidik dan terutama peserta didik
untuk mampu mengaitkan antara materi yang mereka pelajari dengan kehidupan
sehari-hari. Sehingga akan mendapatkan pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran
bermakna yaitu diperoleh apabila peserta didik mengalami dengan berbuat dan
terlibat dalam pembelajaran. Jika dikaitkan dengan kerucut pengalaman, maka ini
akan muncul suatu hubungan yang saling berkaitan di dalamnya. Yaitu bahwa
pembelajaran yang melibatkan siswa di dalamnya secara langsung atau melibatkan
murid untuk mengerjakan hal nyata maka akan menghasilkan kebermaknaan yang
tinggi, karena hal ini berkaitan dengan hal yang konkret secara langsung.
Sedangkan seperti melibatkan siswa dalam menyajikan/presentasi, terlibat dalam
suatu diskusi, kebermaknaannya akan sedikit rendah. Dan jika siswa hanya
melihat demonstrasi, video/film, gambar/diagram, maka kebermaknaannya akan
sangat rendah karena murid hanya membaca dan mendengarkan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang telah dibahas, dapat diambil suatu
simpulan bahwa media pembelajaran merupakan alat bantu untuk menyampaikan pesan
atau materi dalam kegiatan belajar mengajar. Karena adanya peran media sebagai
alat bantu, maka muncul adanya klasifikasi oleh Dale yang disebut dengan
kerucut pengalaman Dale. Di mana dalam kerucut tersebut terdapat dua belas
tingkatan yang dikategorikan berdasarkan tingkat konkret menuju tingkat yang
paling abstrak. Semakin ke atas maka akan semakin abstrak apa yang diperoleh
oleh peserta didik dalam pembelajaran. Namun, dalam pelaksanaanya tidak
selamanya harus dimulai dari tingkatan yang pertama yaitu pengalaman langsung.
Karena hal tersebut juga disesuaikan dengan kebutuhan dari peserta didik.
Selain itu, jika dikaitkan dengan pembelajaran kontekstual maka
kerucut pengalaman Dale ataupun kerucut pengalaman Wyatt dan Looper ada
hubungannya. Yaitu semakin konkret apa yang dipelajari siswa maka akan semakin
tinggi kebermaknaannya dalam belajar. Yaitu dalam mengaitkan antara materi yang
dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan antara kerucut pengalaman
Dale dan kerucut pengalaman Wyat dan
Looper sebenarnya keduanya sama, hanya saling melengkapi saja.
DAFTAR
PUSTAKA
Akbar, Sa’dun. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2013
Andarini, Tri, Masykuri
dkk. Pembelajan Biologi Menggunakan Pendekatan CTL (contextual theacging and
learning) Melalui Media Flipchaet dan Video Ditinjau dari Kemampuan Verbal dan
Gaya Belajar, diuntuh dari : http://eprints.walisongo.ac.id/2331/3/73511035_bab2.pdf.
Tanggal 01 Maret 2017
Arsyad,
Azhar. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. 2011
Asnawir dan M.Basyiruddin Usman. Media Pembelajaran.
Jakarta: Ciputat Press. 2002
Asyhar,
Rayandra. Kreatif Menggambarkan media Pembelajaran. Jakarta: Referensi
Jakarta. 2012
Haryanto, “Kajian Konseptual Media Pembelajaran”, diunduh dari: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131656343/KAJIAN%20KONSEPTUAL%20MEDIA%20PEMBELAJARAN.pdf.
Tanggal 18 Februari 2017
Indah Kurnia Safitri, Kelayakan
Teoritis Media Animasi Interaktif Electronic Game Flash Sirkulasi Manusia, diunduh
dari: https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiV8pqXpqHSAhVCOY8KHd4yCTkQFgg8MAQ&url=http%3A%2F%2Fjournal.stainkudus.ac.id%2Findex.php%2FjurnalPenelitian%2Farticle%2Fdownload%2F1333%2F1177&usg=AFQjCNEldJ1aG49XlUwANZNgbTb-9QPN7Q&sig2=hGkZJ9HE8uY9TI90ZnEomw. Tanggal 18
Februari 2017
Komalasari, Kokom. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi.
Bandung: Refika Aditama. 2010
S.Sadiman, Arief. Media
Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarata:
Rajawali. 1996
Sanjaya,
Wina. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Pranada Media
Group. 2012
Sundayana, Rostina. Media dan
Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika: untuk guru, calon guru, orang tua
dan para pecinta matematika. Bandung: Alfabeta. 2014
Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. Media
Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. 2007
Kusnandi,
Cecep dan Bambang Sujtipto. Media Pembelajaran: Manual dan Digital.
Bogor: Ghalia Indonesia. 2013
[1]Asnawir dan M.Basyiruddin Usman, Media
Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 11
[2]Rudi Susilana
dan Cepi Riyana,Media Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2007),
hlm. 7
[3]Wina Sanjaya, Media
Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm.
54-69
[4]Kokom
Komalasari, Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi, (Bandung:
Refika Aditama, 2010), hlm. 1
[5]Asnawir dan M.Basyiruddin Usman, Media
Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 11
[6]Rudi Susilana
dan Cepi Riyana,Media Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2007),
hlm. 7
[7] Wina Sanjaya, Media
Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm.
65
[11] Rostina
Sundayana, Media dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika: untuk guru,
calon guru, orang tua dan para pecinta matematika, (Bandung: Alfabeta,
2014), hlm. 26-29
[12] Asnawir dan M.
Basyiruddin Usman, Media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Perss, 2002),
hlm. 22
[14]Wina Sanjaya, Media
Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm.
66
[15]Asnawir dan M.
Basyiruddin Usman, Media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Perss, 2002),
hlm. 22-23
[16]Wina Sanjaya, Media
Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm.
66
[18]Asnawir
dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Perss,
2002), hlm. 22-23
[19]Wina Sanjaya, Media
Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm.
67
[20] Asnawir dan M.
Basyiruddin Usman, Media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Perss, 2002),
hlm. 23
[21]Asnawir dan M.
Basyiruddin Usman, Media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Perss, 2002),
hlm. 23
[22] Rostina
Sundayana, Media dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika: untuk guru,
calon guru, orang tua dan para pecinta matematika, (Bandung: Alfabeta, 2014),
hlm. 26-29
[24]Wina Sanjaya, Media
Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm.
68
[25]Asnawir dan M.
Basyiruddin Usman, Media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Perss, 2002),
hlm. 24
[26]Rostina
Sundayana, Media dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika: untuk guru,
calon guru, orang tua dan para pecinta matematika, (Bandung: Alfabeta,
2014), hlm. 26-29
[27]Wina Sanjaya, Media
Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm.
54-69
[28]Rayandra
Asyhar, Kreatif Menggambarkan media Pembelajaran, (Jakarta: Referensi
Jakarta, 2012), hlm. 49-50
[29]Haryanto, “Kajian Konseptual Media
Pembelajaran”, diunduh dari: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131656343/KAJIAN%20KONSEPTUAL%20MEDIA%20PEMBELAJARAN.pdf,
pada tanggal 18 Februari 2017
[30]Indah Kurnia Safitri, Kelayakan Teoritis Media Animasi
Interaktif Electronic Game Flash Sirkulasi Manusia, diunduh dari: https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiV8pqXpqHSAhVCOY8KHd4yCTkQFgg8MAQ&url=http%3A%2F%2Fjournal.stainkudus.ac.id%2Findex.php%2FjurnalPenelitian%2Farticle%2Fdownload%2F1333%2F1177&usg=AFQjCNEldJ1aG49XlUwANZNgbTb-9QPN7Q&sig2=hGkZJ9HE8uY9TI90ZnEomw, pada tanggal 18
Februari 2017
[31]Tri
Andarini, Masykuri dkk, Pembelajan Biologi Menggunakan Pendekatan CTL
(contextual theacging and learning) Melalui Media Flipchaet dan Video Ditinjau
dari Kemampuan Verbal dan Gaya Belajar, diuntuh dari : http://eprints.walisongo.ac.id/2331/3/73511035_bab2.pdf, pada tanggal 01 Maret 2017
[32]Kokom
Komalasari, Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi, (Bandung:
Refika Aditama, 2010), hlm. 1
[34] Ibid,
hlm. 6
[36]Rostina Sundayana, Media dan Alat
Peraga dalam Pembelajjaran Matematika: Untuk Guru, Calon Guru, Orang Tua dan
Para Pecinta Matematika, (Bandung:Alfabeta, 2014), hlm.26-29
Berikut ini, kami sediakan sekilas video terkait tentang materi dalam makalah kami yang kami unduh dari youtube.
Posted By: Syahadati Nur Maghfiroh. Pada 23.40 WIB
Bismillah,.
BalasHapusKak mohon izin boleh saya gunakan makalahnya untuk keperluan diskusi?🙏
Terimakasih