Translate

Sabtu, 03 Juni 2017

Kerucut Pengalaman Dale

MAKALAH
KERUCUT PENGALAMAN DALE DALAM MEDIA PEMBELAJARAN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah  “Media Pembelajaran 
dengan dosen pengampu : Team Teaching




Disusun oleh:
Isnaini Putri Rosyda   (15480040)
Fifi Aris Wulandari     (15480102)
Syahadati Nur M.       (15480112)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI  SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2016






KERUCUT PENGALAMAN DALE DALAM MEDIA PEMBELAJARAN

Abstrak
Seiring dengan semakin majunya teknologi di era modern seperti saat ini, tentunya dunia pendidikan juga akan semakin banyak melakukan perbaikan dalam berbagai hal. Seperti dalam hal ini, yaitu mengenai media yang digunakan dalam pembelajaran. Media pembelajaran yang digunakan ini banyak macamnya. Misalnya ada media yang berbentuk visual, audio, atau bahkan audio dan visual. Peran media tentunya begitu penting dalam memahamkan peserta didik dalam menangkap materi yang disampaikan oleh pendidik. Maka dari itu, di sini diperlukan adanya alat bantu atau media yang digunakan sebagai perantara penyampaian komunikasi pembelajaran.
Media pembelajaran yang dapat diperoleh siswa tidak hanya berasal dari satu sumber belajar. Namun, membuthkan berbagai sumber belajara yang dapat mendukung tingkat pemahaman siswa terhadap pelajaran. Untuk itu, muncullah suatu klasifikasi yang dikemukakan oleh Dale yang disebut dengan “kerucut pengalaman Dale”. Dalam kerucut ini pengalaman belajar anak dikategoriakn dari hal yang konkret menuju hal yang abstrak. Dari adanya pengklasifikasian ini, diharapkan mampu membantu siswa dan pendidik dalam pemilihan media pembelajaran yang sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pesrta didk dan juga sesuai tahap perkembangan mereka.


Kata Kunci: pendidikan, media, pembelajaran, pengalaman








BAB I
    A.    Latar Belakang Masalah
Media pembelajaran adalah alat bantu yang dapat membantu proses balajar mengajar dan berfungsi untuk memperjelas makna pesan yang disampaikan, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih baik dan sempurna. Media pembelajaran merupakan alat bantu proses belajar mengajar yang dapat digunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau keterampilan belajar sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar tidaklah dapat lepas dari adanya peran serta media di dalamnya. Media dianggap sebagai alat bantu yang dapat mempermudah pendidik dalam menyampaikan pesan atau materi kepada peserta didik. Sehingga peserta didik dapat memahami materi yang diajarkan dengan baik.
Peran serta media di sini tentu bukanlah satu-satunya alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran. Dalam pembelajaran  pendidik juga dituntut harus mampu menghadirkan suasana yang nyata kepada anak didiknya. Dalam hal ini, maka peserta didik perlu adanya pengalaman belajar yang lebih. Biasanya proses belajar yang mereka dapatkan secara langsung di lapangan akan memberikan pengaruh yang lebih besar. Dalam hal ini pulalah, muncul adanya pengklasifikasian kerucut pengalaman yang dikemukakan oleh Dale yang diberi nama kerucut pengalaman Dale.

   B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian dari Media Pembelajarandan Bagaimana Sejarah Singkat dari Munculnya Dale Cone’s Experience?
2.      Bagaimana Tingkatan Pengalaman dalam Dale Cone’s Experience?
3.      Bagaimana Hubungan Antara  Pembelajaran Kontekstual dengan Kerucut Pengalaman ?


   C.     Tujuan  Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari media dan untuk mengetahui sejarah singkat dari munculnya Dale Cone’s Experience
2.      Untuk mengetahui tingkatan pengalaman dalam Dale Cone’s Experience
3.      Untuk mengetahui hubungan antara pembelajaran kontekstual dengan kerucut pengalaman

   D.    Kerangka Teori
Pengertian media secara harfiah yaitu “perantara” atau “pengantar”. Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan, dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya. [1]  Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu tersebutlah, Edgar Dale mengadakan klasifikasi menurut tingkat konkret ke tingkat yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut dikenal dengan “kerucut pengalaman” dari Edgar Dale yang pada saat itu dianut luas dalam alat bantu yang sesuai untukpengalaman belajar. [2]
Kerucut pengalaman yang dikemukakan menggambarkan bahwa pengalaman belajar siswa dapat diperoleh melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pembelajaran contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyak pengalaman yang didapatkan oleh siswa. Sebaliknya semakin konkret siswa mendapatkan pengalaman contohnya menggunakan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang diperoleh oleh siswa.
Dari gambaran kerucut pengalaman tersebut siswa akan lebih konkret memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung, melalui bneda-benda tiruan, melalui gambar, drama, demonstrasi wisata dan melalui pameran. Hal ini sangat efektif untuk siswa karena dapat secara langsung bergubungan dengan objek yang dipelajari. Sedangkan siswa akan lebih abstrak memperoleh pengalaman melalui benda-benda atau alat peragaan seperti televisi, gambar hidup/film, radio atau tape recorder, dan lambang visual. [3]
Alasan yang melatarbelakangi munculnya pembelajaran kontekstual adalah karena rendahnya keluaran atau hasil pembelajaran siswa, di mana sebagian siswa tidak mampu untuk menghubungkan materi pelajaran yang mereka dapatkan dari pembelajaran dengan kenyataan yang ada secara konkret di lapangan. Maka berangkat dari hal tersebutlah, diperlukan adanya pembelajaran yang mampu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa yaitu dengan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning. [4]






BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Media Pembelajaran dan Sejarah Singkat Munculnya Dale’s Cone Of Experience
Pengertian media secara harfiah yaitu “perantara” atau “pengantar”. Media merupakan sesuatu yang bersifat menyalurkan pesan, dan dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan audien (siswa) sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar pada dirinya.[5] Jadi, dengan adanya media peserta didik dapat lebih mudah dalam memahami materi yang disampaikan oleh guru. Sedangkan pengertian dari media pembelajaran adalah suatu alat bantu baik secara fisik maupun non fisik yang digunakan  dalam proses belajar mengajar agar dapat memperjelas penyampaian materi atau pesan dari pendidik kepada peserta didik.
Pada awal sejarah pembelajaran, media hanyalah alat bantu yang digunakan guru untuk menyampaikan  pelajaran.  Alat bantu yang digunakan mula-mula adalah alat bantu visual, yaitu  berupa sarana yang dapat memberikan pengalaman visual terhadap siswa, yang digunakan untuk mendorong motivasi belajar, memperjelas dan mempermudah konsep yang abstrak. Dengan berkembangnya teknologi khususnya audio, pada pertengahan ke-20 lahirlah alat bantu audio yang menggunakan pengalamanyang konkret untuk menghindari verbalisme (kekaburan pengetahuan).
Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu tersebutlah, Edgar Dale mengadakan klasifikasi menurut tingkat konkret ke tingkat yang paling abstrak. Klasifikasi tersebut dikenal dengan “kerucut pengalaman” dari Edgar Dale yang pada saat itu dianut luas dalam alat bantu yang sesuai untukpengalaman belajar.[6]

B.     Tingkatan Dale’s Cone Of Experience
Adapun tingkatan dalam penggolongan Kerucut Pengalaman sebagai berikut:


                                                  Gambar Kerucut Pengalaman Dale

Dari kerucut tersebut maka dapat kita ketahui rinciannya sebagai berikut:
1.      Pengalaman langsung dan bertujuan
Pengalaman langsung diperoleh dengan jalan berhubungan langsung. Sedangkan pengalaman bertujuan diperoleh dengan memiliki tujuan untuk dicapai. Pengalaman langsung juga merupakan pengalaman yang diperoleh siswa sebagai hasil dari aktivitas sendiri. Siswa mengalami, merasakan sendiri segala sesuatu yang berhubungan dengan pencapaian tujuan.[7] Siswa berhubungan langsung dengan objek yang hendak dipelajari tanpa menggunakan perantara. Karena diperoleh siswa secara langsung maka menjadi konkret sehingga akan memiliki ketepatan yang tinggi.[8] Sehingga melalui pengalaman langsung ini akan dapat memberikan suasana pembelajaran yang lebih nyata pada siswa karena mereka dapat melakukan berbagai kegiatan dalam pembelajaran tersebut secara lansung. Misalnya saja dalam pembuatan relief peserta didik dapat dilibatkan secara langsung di dalam pembuatannya dengan tetap adanya arahan dari pendidik tentunya.
2.      Pengalaman tiruan
Pengalaman ini diperoleh dengan benda-benda atau kejadian tiruan dari yang sebenarnya. Pengalaman yang diperoleh dari memanipulasi suatu benda yang mendekati sebenarnya. Pengalaman tiruan itu bukanlah pengalaman langsung lagi, sebab objek yang dipelajari bukan asli melainkan yang menyerupai bentuk sesungguhnya. Manfaat mempelajari objek tiruan yaitu untuk menghindari terjadinya verbalisme. Misalkan siswa akan mempelajari beruang kutub atau  panda. Oleh karena itu, binatang tersebut sulit diperoleh apalagi dibawa dikelas, maka untuk mempelajarinya dapat menggunakan model binatang yang menyerupai binatang yang sulit tersebut namun terbuat dari plastik.[9] Dengan pengalaman tiruan ini, maka dapat memberikan gambaran secara lebih jelas kepada siswa tentang objek tertentu. Sehingga dapat meminimalisir adanya salah pengertian atau salah pemahaman oleh peserta didik dalam menerima informasi. 
3.      Dramatisasi
Pengalaman melalui drama, pengalaman yang diperoleh dari kondisi drama (peraga) dengan menggunakan skenario sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Walaupun siswa tidak mengalami secara langsung, namun siswa akan lebih menghayati berbagai peran yang dimainkan. Tujuannya agar siswa mendapatkan pengalaman belajar yang lebih luas dan konkret.[10] Penyajian dalam bentuk drama, dari berbagai gerakan dengan pakaian dan dekorasi.[11] Di mana dengan adanya kesesuaian antara gerakan dengan pakaian dan dekorasi yang dirancang sedemikian rupa, maka drama dapat tersampaikan dengan lebih jelas. Misalnya dengan pakaian tertentu dapat menggambarkan sosok tokoh tertentu dalam drama.
Dramatisasi ini dapat dilakukan dipanggung (de play), pertunjukan sejarah setempat yang dilakukan ditempat terbuka (the pageant), sandiwara bisu (panronime), permainan yang merupakan skene yang tidak ada gerakan atau suara (tableau), sandiwara yang terdiri dari boneka-boneka yang diberi pakaian (pupet), drama yang bersifat perorangan yang menggambarkan ketegangan-ketegangan yang terdapat dalam dirinya (psyco-drama), drama kemasyarakatan (socio-drama), atau bermain peranan (role playing).[12] Melalui drama ini pesan yang ingin disampaikan oleh para pemainnya dapat tersalurkan kepada audiens secara lebih jelas.
4.      Demonstrasi
Demonstrasi adalah petunjuk cara membuat suatu proses.[13] Pengalaman melalui demonstrasi yaitu teknik penyampaian informasi melalui peragaan. Contohnya dalam drama siswa terlibat secara langsung dalam masalah yang diperankan walaupun bukan situasi nyata,  maka pengalaman demonstrasi siswa hanya melihat peragaan orang lain.[14] Dalam buku lain dijelaskan demonstrasi yaitu pengalaman melalui percontohan atau pertunjukan mengenai suatu hal atau sesuatu proses, misalnya cara membuat panganan, sabun deterjen dan sebagainya.
5.      Karyawisata
Karyawisata adalah membawa kelas objek luar sekolah yang bermaksud menambah, memperkaya dan memperluas pengalaman siswa. Dengan melakukan pengalaman karyawisata ini akan menjadikan kelas aktif untuk mengadakan observasi terhadap suatu obyek tertentu, mencatat, melakukan tanya jawab dan membuat laporan.[15] Dalam buku lain, Pengalaman wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh dari kunjungan siswa terhadap suatu objek yang ingin dipelajari. Melalui wisata siswa dapat mengamati secara langsung, mencatat dan bertanya tentang hal-hal yang dikunjungi.[16] Dengan berkaryawisata selain dapat menambah pengetahuan siswa, juga dapat dijadikan sebagai sarana hiburan yang mendidik.
6.      Pameran
Pameran adalah usaha untuk menunjukkan suatu hasil karya. Melaui pameran siswa dapat mengamati hal-hal yang ingin dipelajari seperti karya seni baik seni tulis, seni pahat, atau benda-benda bersejarah dan hasil teknologi modern yang berbagai cara kerjanya. Pameran lebih abstrak kerjanya dibandingkan dengan wisata, sebab pengalaman yang diperoleh hanya terbatas pada kegiatan mengamati wujud benda itu sendiri, namun demikian, untuk memperoleh wawasan, dapat dilakukan melalui wawancara dengan pemandu dan membaca leafletatau booklet yang disediakan penyelenggara.[17]
Pengalaman tersebut dapat diperoleh melalui pertunjukan hasil pekerjaan siswa, perkembangan dan kemajuan sekolah. Benda-benda yang dipamerkan dapar berupa model specimen barang hasil kerajinan dan sebagainya.[18] Penyelenggaraan pameran ini bertujuan untuk mempertunjukkan hasil karya siswa, pekerjaan dan kemajuan sekolah di mata masyarakat umum.
7.      Televisi
Pengalaman melalui televisi merupakan mengalaman yang tidak langsung, karena televisi merupakan perantara. Melalui televisi siswa dapat menyaksikan berbagai peristiwa dari jarak jauh  yang sesuai dengan program yang dirancang.[19] Dalam buku lain dikatakan bahwa televisi adalah suatu media yang digunakan untuk menyampaikan pendidikan pada anak dan masyarakat yang diperoleh melalui program-program yang ditayangkan melalui televisi, seperti program Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) dan televisi lainnya yang dapat memberikan tayangan yang bersifat mendidik.[20] Melalui media televisi ini siswa dapat memperoleh gambaran mengenai berbagai objek atau suatu peristiwa di belahan dunia manapun, yang nantinya kan memberikan suatu informasi yang dapat dijadikan sebagai informasi dalam belajar. Yang terpenting tayangan yang terkandung di dalamnya bersifat mendidik bagi penontonnya terutama anak-anak.
8.      Gambar hidup atau film
Rangkaian gambar yang diproyeksikan ke layar yang nampak seperti gambar sebenarnya. Gambar hidup atau film ini memberikan tampilan berupa visual dan audio. Sehingga akan lebih menarik untuk dinikmati. Dengan mengamati film siswa belajar sendiri walaupun bahan yang dipelajari terbatas sesuai dengan naskah yang disusun.
9.      Radio
Merupakan media audio yang dapat digunakan untuk media pembelajaran secara efektif dan menimbulkan motivasi bagi para pendengarnya yang diperoleh dalam bentuk ceramah, wawancara, sandiwara dan sebagainya. Pengalaman melalui radio atau tipe recorder ini bersifat abstrak dibandingkan pengalaman melalui gambar hidup, sebab hanya mengandalkan salah satu indra saja yaitu indra pendengaran.
10.  Gambar
 Yaitu segala sesuatu yang diwujudkan secara visual dalam bentuk dua dimensi atau tiga dimensi. Pengalaman disini diperoleh dari segala sesuatu yang diwujudkan secara visual seperti dalam bentuk dua dimensi sebagai curahan perasaan dan pikiran, misalnya lukisan ilustrasi kari katur, kartun, poster, potret, slide, dan sebagainya.[21] Gambar tersebut dapat memberikan pesan tertentu kepada penontonnya saat melihatnya.
11.  Lambang visual
Gambaran yang secara keseluruhan dapat divisualkan.[22] Pengalaman disini diperoleh melalui lambang-lambang visual, seperti hasil lukisan yang bentuknya lengkap atau tidak lengkap (sketsa), kombinasi garis dengan gambar yang dijelmakan secara logis untuk meragakan antara fakta dengan ide (bagan), gambaran yang memberi keterangan tentang angka-angka (grafik), gambar untuk pengetahuan, peringatan atau menggugah (poster) lukisan yang bersambung berupa cerita (komik), gambar untuk mrnghibur, mengeritik (kartun), kombinasi antara garis dan gambar yang menunjukkan gabungan intern yang bersifat abstrak (diagram), dan gambar yang melikiskan lambang dari keadaan yang sebenarnya (peta).[23] Pengalaman melalui lambang-lambang visual seperti grafik, gambar dan bagan. Sebagai alat komunikasi lambang visual dapat mengetahui pengetahuan sisiwa yang lebih luas. Siswa dapat memahami berbagai perkembangan atau struktur melalui bagan dan lambang visual lainnya[24].
12.  Lambang kata
Pengalaman semacam ini dapat diperoleh dalam buku dan bahan bacaan.[25] Misalnya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kita dapat menemukan kumpulan kata yang memiliki makna tertentu. Pengalaman melalui media verbal atau lambang kata, merupakan pengalaman yang sifatnya abstrak, karena siswa memperoleh pengalaman melalui bahasa, baik lisan maupun tulisan.

Berdasarkan penjelasan diatas lambang kata menempati posisi nilai yang sangat rendah. Oleh karena itu, agar pembelajaran dapat memberikan pengalaman yag lebih berarti, maka perlu dipikirkan mengenai media yang akan digunakan agar siswa mendapatkan pengalaman yang lebih konkret.[26] Kerucut pengalaman dianut secara luas untuk menentukan alat bantu yang sesuai untuk pembelajaran siswa agar memperoleh pengalaman belajar secara mudah.
Kerucut pengalaman yang dikemukakan menggambarkan bahwa pengalaman belajar siswa dapat diperoleh melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu. Semakin konkret siswa mempelajari bahan pembelajaran contohnya melalui pengalaman langsung, maka semakin banyak pengalaman yang didapatkan oleh siswa. Sebaliknya semakin konkret siswa mendapatkan pengalaman contohnya menggunakan bahasa verbal, maka semakin sedikit pengalaman yang diperoleh oleh siswa.
Dari gambaran kerucut pengalaman tersebut siswa akan lebih konkret memperoleh pengetahuan melalui pengalaman langsung, melalui benda-benda tiruan, melalui gambar, drama, demonstrasi wisata dan melalui pameran. Hal ini sangat efektif untuk siswa karena dapat secara langsung bergubungan dengan objek yang dipelajari. Sedangkan siswa akan lebih abstrak memperoleh pengalaman melalui benda-benda atau alat peragaan seperti televisi, gambar hidup/film, radio atau tape recorder, dan lambang visual.
Kedudukan media pembelajaran dalam sisitem belajar mengajar memiliki sifat yang sangat penting. Sebab semua pengalaman belajar tidak diperoleh dari pengalaman langsung. Olsen berpendapat bahwa prosedur belajar dapat ditempuh dalam tiga hal :
(1)   Pengajaran langsung melalui pengalaman langsung. Pengajaran ini diperoleh dengan teknik karyawisata, wawancara, resource visitor.
(2)   Pengajaran tidak langsung, dapat melalui alat peraga. Pengalaman ini diperoleh melalui gambar, peta, bagan, objek, model, TV dan lain-lain.
(3)     Pengajaran tidak langsung melalui lambang kata, misalnya melalui kata-kata dan rumus-rumus
            Kerucut pengalaman secara luas untuk menentukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa pemperoleh pengalaman belajar agar mudah dipahami. Kerucut pengalaman menggambarkan bahwa pengalaman belajar yang diperoleh siswa dapat melalui proses perbuatan atau mengalami sendiri apa yang dipelajari, proses mengamati dan mendengarkan melalui media tertentu dan proses mendengarkan melalui bahasa.[27]
            Menurut Dale, pembelajaran yang paling konkret adalah pengalaman langsung atau observasi kelapangan/lokasi. Artinya penggunaan media real object adalah paling efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.[28] Sependapat dengan Dale, bahwa penggunaan real objek lebih efektif karena sesuai dengan perkembangan anak yang akan lebih mudah memahami materi dalam pembelajaran yang diajarkan jika menggunakan media langsung (real object). Selain itu, penggunaan media real object juga akan memberikan pengalaman pada siswa secara konkrit sehingga informasi yang didapatkan akan tersimpan dalam memori atau daya ingat anak dalam jangka waktu yang panjang. Dan anak dapat menggali serta mengembangkan konsep pengetahuannya sendiri.
            Salah satu gambar yang paling banyak digunakan untuk acuan landasan teori penggunaan media dalam proses pembelajaran adalah Dale’s Cone of Experience (Dale, 1969). Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung (konkret), kenyataan yang ada di lingkungan kehidupan seseorang melalui benda tiruan, sampai ke lambang verbal (abstrak). Semakin ke atas di puncak kerucut semakin abtrak media penyampaian pesan. Semakin ke bawah semakin konkret media  penyampaian pesan. Urutan kerucut pengalaman tidak berarti proses belajar dan interaksi pembelajaran harus selalu dimulai dari pengalaman langsung, melainkan dimulai dari jenis pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik.[29]
            Dasar pengembangan kerucut pengalaman bukanlah tingkat kesulitan, malainkan gambaran tingkat keabstrakan jumlah jenis indra yang turut serta dalam penerimaan isi pengajaran atau pesan yang mempengaruhi pemahaman siswa dalam pembelajaran.[30] Jadi, dalam kerucut pengalaman yang disampaikan oleh Dale bahwa tingkatan yang ada di dalamnya bukanlah berdasarkan tingkat kesulitan yang diperoleh atau akan didapatkan oleh siswa dalam suatu pembelajaran, namun hal tersebut berdasarkan tingkat keabstrakannya. Di mana semakin ke atas maka akan semakin abstrak apa yang diperoleh oleh siswa, dan semakin ke bawah maka akan semakin konkret. Dan ini juga bisa dikatakan berdasarkan keinderaan. Misalnya, jika suatu pesan disampaikan dalam lambang-lambang seperti bagan, grafik atau kata, maka indera yang terlibat akan semakin terbatas yaitu di sini yang terlibat hanya indera penglihatan dan pendengaran, meskipun dalam situasi ini daya imajinatif akan berkembang tapi ini akan memberikan gambaran yang abstrak terhadap peserta didik.
            Kerucut Edgar Dale ini memberikan gambaran pada kita bahwa proses pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik dapat melalui proses perbuatan atau mengalaminya langsung, melalui proses pengamatan dan mendengarkan melalui media tertentu atau mungkin hanya melalui proses mendengarkan melalui bahasa. Model pembelajaran hands on mathematics dengan pemanfaatan LKPD merupakan model pembelajaran yang memberikan pengalaman belajar peserta didik melalui pengalaman langsung, yang akan memberikan hasil belajar yang konkret. Dengan adanya alat peraga kertas berpetak yang berbentuk persegi panjang, persegi, jajargenjang, belah ketupat, layang-layang dan trapesium maka materi luas segi empat menjadi tidak abstrak lagi. Semakin keatas dari kerucut pengalamzan Edgar Dale ini, maka pengalaman belajar yang diperoleh peserta didik akan semakin abstrak. Semakin konkret peserta didik mempelajari bahan pengajaran, maka semakin banyaklah pengalaman belajar yang diperolehnya.[31]

C.    Hubungan antara Pembelajaran Kontekstual dengan Kerucut Pengalaman
        Alasan yang melatarbelakangi munculnya pembelajaran kontekstual adalah karena rendahnya keluaran atau hasil pembelajaran siswa, di mana sebagian siswa tidak mampu untuk menghubungkan materi pelajaran yang mereka dapatkan dari pembelajaran dengan kenyataan yang ada secara konkret di lapangan. Maka berangkat dari hal tersebutlah, diperlukan adanya pembelajaran yang mampu mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia nyata siswa yaitu dengan pembelajaran kontekstual atau contextual teaching and learning. [32] Dengan adanya pembelajaran kontekstual ini diharapkan peserta didik mampu untuk mengaitkan materi yang telah diajarkan dengan kondisi nyata yang ada dalam kehidupan terutama di kehidupan sehari-hari.
Sebelumnya kita perlu mengetahui apa itu pembelajaran kontekstual. Sebagaimana yang dijelaskan oleh beberapa ahli berikut ini  tentang pembelajaran kontekstual yaitu:
1.    Menurut Blanchard, Berns dan Erickson, mengemukakan bahwa:
Contextual teaching and learning is a conception of teaching and learning that helps teacher  relate subject matter content to real world situations; and motivates students to make connections between knowledge and its applications to their lives as family members, citizens, and workers, and engage in the hard work that learning requires.  

Dengan demikian pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar dan mengajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan  dengan situasi dunia nyata siswa  dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga, warga negara, dan pekerja.[33]
2.    Menurut Hull’s dan Sounders, mengemukakan bahwa:
In Contextual Teaching and Learning (CTL), student discover meaningful relationship between abstract ideas and practical applications in a real world context. Students internalize concept through discovery, reinforcement, and interrelationship. CTL creates a team, whether in the classroom, lab, worksite, or on the banks of a river. CTL encour-ages educators to design learning environments that incorporate many forms of experience to achieve the desired outcomes.[34]

Hal ini menunjukkan bahwa di dalam pembelajaran kontekstual, siswa menemukan hubungan penuh makna antara ide-ide abstrak dengan penerapan praktis di dalam konteks dunia nyata. Siswa menginternalisasi konsep melalui penemuan, penguatan, dan keterhubungan. Pembelajaran kontekstual menghendaki kerja dalam sebuah tim, baik di kelas, laboratorium, tempat bekerja maupun bank. Pembelajaran kontekstual menuntut guru mendesain lingkungan belajar yang merupakan gabungan beberapa bentuk pengalaman untuk mencapai hasil yang diinginkan.[35]
Dari dua pengertian di atas, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran kontekstual adalah suatu sudut pandang dalam pembelajaran di mana baik siswa maupun guru harus mampu mengaitkan materi yang dipelajari atau diajarkan dengan situasi dan kondisi dalam dunia nyata sehingga dengan demikian siswa khususnya dapat memperoleh dan menemukan makna dari suatu pengalaman dalam kehidupan sehari-hari baik itu di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, maupun warga negara.
Dalam peoses pembelajaran, siswa perlu mendapatkan pengalaman langsung melalui kegiatan eksplorasi, penemuan (discovery), inventori, investigasi, penelitian dan sebagainya. Proses pembelajaran akan berlangsung cepat jika siswa diberi kesempatan untuk memanipulasi peralatan, pemanfaatan sumber belajar, dan melakukan bentuk-bentuk kegiatan penelitian yang lain secara aktif. Untuk mendorong daya tarik dan motivasi, sangatlah bermanfaat penggunaan strategi pembalajaran dan media seperti audio, video, membaca dan menelaah buku teks, dan sebagainya. [36] Dalam kaitannya dengan kerucut pengalaman, secara lebih rinci Wyatt dan Looper (1999) mengemukakan berbagai strategi pembelajaran dan pengaruhnya terhadap kemampuan siswa mengingat pelajaran dengan gambaran “Kerucut Pengalaman” sebagai berikut:

            Kerucut pengalaman


                                                                                                     
                                    Gambar Kerucut pengalaman dari Wyatt dan Looper (1999)[37]


Berdasarkan gambar “kerucut pengalaman” tersebut, tampak jika metode ceramah mendominasipembelajaran, maka siswa hanya mendengarkan (verbal) saja dan hasilnya materi yang diingat hanya 20% saja. Jika guru menggunakan alat bantu visual barupa gambar, diagram, melihat video film, melihat demonstrasi, maka siswa hanya terlibat secara visual saja dan hasilnya materi yang diingat hanya 30%. Jika siswa dilibatkan dalam diskusi, maka kemampuan siswa dalam mengingat pelajaran cukup baik yaitu 50%, dan jika mempresentasikan hasil diskusi tersebut, maka hasilnya akan jauh lebih baik yaitu 70% materi dapat ddinagt siswa. Pembelajaran yang menekankan pada siswa untuk berbuat melalui bermain peran, melakukan simulasi, dan mengerjakan hal yang nyata, maka kemampuan siswa untuk mengingat materi pelajaran yang tinggi yaitu 90%. Dengan demikian, keberhasilan pembelajaran datang dari siswa dengan mengalami langsung dan melakukan sendiri materi pelajaran dengan bantuan guru sebgai motivator dan fasilitator.[38]
Melihat dari hal tersebut di atas, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran kontekstual merupakan jenis pembelajaran yang menuntut pendidik dan terutama peserta didik untuk mampu mengaitkan antara materi yang mereka pelajari dengan kehidupan sehari-hari. Sehingga akan mendapatkan pembelajaran yang bermakna. Pembelajaran bermakna yaitu diperoleh apabila peserta didik mengalami dengan berbuat dan terlibat dalam pembelajaran. Jika dikaitkan dengan kerucut pengalaman, maka ini akan muncul suatu hubungan yang saling berkaitan di dalamnya. Yaitu bahwa pembelajaran yang melibatkan siswa di dalamnya secara langsung atau melibatkan murid untuk mengerjakan hal nyata maka akan menghasilkan kebermaknaan yang tinggi, karena hal ini berkaitan dengan hal yang konkret secara langsung. Sedangkan seperti melibatkan siswa dalam menyajikan/presentasi, terlibat dalam suatu diskusi, kebermaknaannya akan sedikit rendah. Dan jika siswa hanya melihat demonstrasi, video/film, gambar/diagram, maka kebermaknaannya akan sangat rendah karena murid hanya membaca dan mendengarkan.








BAB  III
PENUTUP

    A.    Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan yang telah dibahas, dapat diambil suatu simpulan bahwa media pembelajaran merupakan alat bantu untuk menyampaikan pesan atau materi dalam kegiatan belajar mengajar. Karena adanya peran media sebagai alat bantu, maka muncul adanya klasifikasi oleh Dale yang disebut dengan kerucut pengalaman Dale. Di mana dalam kerucut tersebut terdapat dua belas tingkatan yang dikategorikan berdasarkan tingkat konkret menuju tingkat yang paling abstrak. Semakin ke atas maka akan semakin abstrak apa yang diperoleh oleh peserta didik dalam pembelajaran. Namun, dalam pelaksanaanya tidak selamanya harus dimulai dari tingkatan yang pertama yaitu pengalaman langsung. Karena hal tersebut juga disesuaikan dengan kebutuhan dari peserta didik.
Selain itu, jika dikaitkan dengan pembelajaran kontekstual maka kerucut pengalaman Dale ataupun kerucut pengalaman Wyatt dan Looper ada hubungannya. Yaitu semakin konkret apa yang dipelajari siswa maka akan semakin tinggi kebermaknaannya dalam belajar. Yaitu dalam mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari. Sedangkan antara kerucut pengalaman Dale dan kerucut pengalaman Wyat  dan Looper sebenarnya keduanya sama, hanya saling melengkapi saja.


DAFTAR PUSTAKA


Akbar, Sa’dun. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2013

Andarini, Tri, Masykuri dkk. Pembelajan Biologi Menggunakan Pendekatan CTL (contextual theacging and learning) Melalui Media Flipchaet dan Video Ditinjau dari Kemampuan Verbal dan Gaya Belajar, diuntuh dari : http://eprints.walisongo.ac.id/2331/3/73511035_bab2.pdf. Tanggal 01 Maret 2017

Arsyad, Azhar. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers. 2011

Asnawir dan M.Basyiruddin Usman. Media Pembelajaran. Jakarta: Ciputat Press. 2002

Asyhar, Rayandra. Kreatif Menggambarkan media Pembelajaran. Jakarta: Referensi Jakarta. 2012

Haryanto, “Kajian Konseptual Media Pembelajaran”, diunduh dari: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131656343/KAJIAN%20KONSEPTUAL%20MEDIA%20PEMBELAJARAN.pdf. Tanggal 18 Februari 2017


Komalasari, Kokom. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi. Bandung: Refika Aditama. 2010

S.Sadiman, Arief. Media Pendidikan: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarata: Rajawali. 1996

Sanjaya, Wina. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Pranada Media Group. 2012

Sundayana, Rostina. Media dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika: untuk guru, calon guru, orang tua dan para pecinta matematika. Bandung: Alfabeta. 2014

Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. Media Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. 2007

Kusnandi, Cecep dan Bambang Sujtipto. Media Pembelajaran: Manual dan Digital. Bogor: Ghalia Indonesia. 2013





[1]Asnawir dan M.Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 11
[2]Rudi Susilana dan Cepi Riyana,Media Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2007), hlm. 7
[3]Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm. 54-69
[4]Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi, (Bandung: Refika Aditama, 2010), hlm. 1
[5]Asnawir dan M.Basyiruddin Usman, Media Pembelajaran, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 11
[6]Rudi Susilana dan Cepi Riyana,Media Pembelajaran, (Bandung: CV Wacana Prima, 2007), hlm. 7
[7] Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm. 65
[8]Ibid, hlm. 65
[9]Ibid, hlm. 65-66
[10]Ibid, hlm. 66
[11] Rostina Sundayana, Media dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika: untuk guru, calon guru, orang tua dan para pecinta matematika, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 26-29
[12] Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Perss, 2002), hlm. 22
[13]Ibid, hlm. 26-29
[14]Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm. 66
[15]Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Perss, 2002), hlm. 22-23
[16]Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm. 66
[17]Ibid , hlm. 67
[18]Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Perss, 2002), hlm. 22-23
[19]Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm. 67
[20] Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Perss, 2002), hlm. 23
[21]Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Perss, 2002), hlm. 23
[22] Rostina Sundayana, Media dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika: untuk guru, calon guru, orang tua dan para pecinta matematika, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 26-29
[23]Ibid, hlm. 23
[24]Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm. 68
[25]Asnawir dan M. Basyiruddin Usman, Media Pembalajaran, (Jakarta: Ciputat Perss, 2002), hlm. 24
[26]Rostina Sundayana, Media dan Alat Peraga dalam Pembelajaran Matematika: untuk guru, calon guru, orang tua dan para pecinta matematika, (Bandung: Alfabeta, 2014), hlm. 26-29
[27]Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2012), hlm. 54-69
[28]Rayandra Asyhar, Kreatif Menggambarkan media Pembelajaran, (Jakarta: Referensi Jakarta, 2012), hlm. 49-50
[29]Haryanto, “Kajian Konseptual Media Pembelajaran”, diunduh dari: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/131656343/KAJIAN%20KONSEPTUAL%20MEDIA%20PEMBELAJARAN.pdf, pada tanggal 18 Februari 2017

[31]Tri Andarini, Masykuri dkk, Pembelajan Biologi Menggunakan Pendekatan CTL (contextual theacging and learning) Melalui Media Flipchaet dan Video Ditinjau dari Kemampuan Verbal dan Gaya Belajar, diuntuh dari : http://eprints.walisongo.ac.id/2331/3/73511035_bab2.pdf, pada tanggal 01 Maret 2017
[32]Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi, (Bandung: Refika Aditama, 2010), hlm. 1
[33]Ibid, hlm. 6
[34] Ibid, hlm. 6
[35]Ibid, hlm. 6
[36]Rostina Sundayana, Media dan Alat Peraga dalam Pembelajjaran Matematika: Untuk Guru, Calon Guru, Orang Tua dan Para Pecinta Matematika, (Bandung:Alfabeta, 2014), hlm.26-29

[37]Ibid, hlm 115-116
[38]Ibid, hlm 115-116




Berikut ini, kami sediakan sekilas video terkait tentang materi dalam makalah kami yang kami unduh dari youtube.













Posted By: Syahadati Nur Maghfiroh. Pada 23.40 WIB

1 komentar:

  1. Bismillah,.
    Kak mohon izin boleh saya gunakan makalahnya untuk keperluan diskusi?🙏
    Terimakasih

    BalasHapus