Translate

Senin, 05 Juni 2017

DASAR PSIKOLOGIS PEMBELAJARAN TEMATIK

DASAR PSIKOLOGIS PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MI/SD
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu
Mata Kuliah : Pembelajaran Tematik
Dosen Pengampu : Dr. Andi Prastowo, M.Pd.I
Sigit Prasetyo, M.Pd.Si
Fitri Yuliawati, M.Pd.Si



Disusun Oleh :
Semester IV/PGMI C
Syahadati Nur Maghfiroh (15480112)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2017



DASAR PSIKOLOGIS PEMBELAJARAN TEMATIK UNTUK MI/SD
Disusun Oleh: Syahadati  Nur Maghfiroh
Abstrak

Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang terintegrasi antara mata pelajaran satu dengan mata pelajaran yang lain. Dalam pembelajaran tematik tentunya tidaklah terlepas dari adanya faktor psikologi dari peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam perkembangannya, anak mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. hal ini juga disesuaikan dengan tahap usia anak tersebut.
Dalam Permendikbud No. 54 Tahun 2013 tentang Standar Kompetensi Lulusan Pendidikan Dasar dan Menengah telah disebutkan bahwa kompetensi lulusan pada tiap jenjang pendidikan terdapat dimensi kompetensi yaitu  sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Di mana tiap dimensi tersebut jika dalam landasan psikologi pembelajaran tematik memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sesuai dengan tahap perkembangan anak. Dalam belajar, terutama anak usia SD/MI lebih pada hal yang konkret bukan abstrak. Sehingga di sini diperlukan bimbingan dari pihak pendidik dalam pembelajaran.


Kata Kunci: pembelajaran, psikologi, perkembangan



BAB 1
PENDAHULUAN
    A.    Latar Belakang
Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang menggunakan tema. Di mana dalam pembelajarannya tersebut terdapat integrasi antara mata pelajaran yang satu dengan yang lain. Sehingga masing-masing  mata pelajaran tidaklah terpisah atau tidak saling berdiri sendiri. Pada pembelajaran anak usia SD/MI hal ini sangatlah penting, terutama dalam membangun pengetahuan mereka.
Hal tersebut  tentunya tidaklah terlepas dari adanya peran dari segi psikologis anak. Karena setiap anak tentunya memiliki ciri khasnya masing-masing. Meski secara umumnya atau dilihat dari sisi usianya, tahap perkembangan tiap anak hampir sama. Di mana dalam hal ini, anak menerima suatu informasi sesuai dengan tahap perkembangan mereka baik secara fisik maupun nalar. Dan hal ini pun nantinya yang akan memberikan pengaruh besar tehadap anak dalam melakukan pembelajaran.

   B.     Rumusan Masalah
1.      Apa itu pengertian, fungsi, dan kegunaan dari dasar psikologis pembelajaran tematik MI/SD?
2.      Apa sajakah karakteristik dari perkembangan kognitif anak usia MI/SD?
3.      Apa sajakah karakteristik dari pertumbuhan fisikanak usia MI/SD?
4.      Apa sajakah karakteristik dari perkembangan kemampuan motorik anak usia MI/SD?
5.      Apa sajakah karakteristik dariperkembangan afeksi anak usia MI/SD?
6.      Apa sajakah karakteristik dari bahasa anak usia MI/SD?
7.      Apa sajakah karakteristik dari perkembangan otak anak usia MI/SD?
8.      Bagaimanakah implikasi karakteristik anak MI/SD pada pembelajaran tematik terpadu?

   C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian, fungsi, dan kegunaan dari dasar psikologis pembelajaran tematik MI/SD
2.      Untuk mengetahui karakteristik dari perkembangan kognitif anak usia MI/SD
3.      Untuk mengetahui karakteristik dari pertumbuhan fisik anak usia MI/SD
4.      Untuk mengetahui karakteristik dari perkembangan kemampuan motorik anak usia MI/SD
5.      Untuk mengetahui karakteristik dari perkembangan afeksi anak usia MI/SD
6.      Untuk mengetahui  karakteristik dari bahasa anak usia MI/SD
7.      Untuk mengetahui karakteristik dari perkembangan otak anak usia MI/SD
8.      Untuk mengetahui implikasi karakteristik anak MI/SD pada pembelajaran tematik terpadu





BAB II
PEMBAHASAN

  A.  Pengertian, Fungsi, dan Kegunaan Dasar Psikologis Pembelajaran Tematik MI/SD
Psikologi sendiri berasal dari kata psycho dan logos yang berarti “jiwa” dan “ilmu”. Jadi, psikologi adalah ilmu yang menyelidiki dan membahas tentang perbuatan dan tingkah laku manusia. Landasan psikologis dalam pembelajaran tematik berkaitan dengan adanya psikologi perkembangan dan psikologi belajar. Sebagaimana dikatakan oleh Rusman, bahwa psikologi perkembangan dibutuhkan dalam menentukan isi/materi pembelajaran tematik yang diberikan kepada  siswa agar tingkat keluasan dan kedalamannya sesuai dengan  tahap perkembangan mereka. Psikologi belajar memberikan kontribusi dalam hal bagaimana isi atau materi pembelajaran tematik itu disampaikan kepada siswa dan bagaimana pula siswa harus mempelajarinya.[1] Melalui pembelajaran tematik maka diharapkan terjadi perubahan perilaku siswa menuju kedewasaan, baik secara fisik, mental, atau intelektual, moral, maupun sosial.
Dalam tahap perkembangannya tersebut, kecenderungan anak usia SD/MI (7-11 tahun) ketika belajar mempunyai tiga karakteristik yang menonjol, yaitu: konkret, integratif, dan hierarkis. Hal ini dijelaskan secara rinci oleh Rusman,[2] sebagai berikut: pertama, konkret maksudnya ialah proses belajar beranjak dari hal-hal yang konkret dengan titik penekanan pada pemanfaatan linkungan sebagai sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk pencapaian proses dan hasil pembelajaran yang berkualitas bagi anak usia anak SD/MI. Penggunaan lingkungan akan menghasilkan proses dan hasil belajar yang lebih bermakna dan bernilai, karena siswa dihadapkan dengan peristiwa dan keadaan yang sebenarnya, keadaan alami, sehingga lebih nyata, faktual, bermakna, dan kebenarannya lebih dapat  dipertanggungjawabkan.
Kedua, integratif maksudnya ialah memandang sesuatu yang dipelajari sebagai suatu keutuhan dan terpadu. Anak usia SD/MI belum mampu memilah-milah konsep dari berbagai disiplin ilmu, hal ini meggambarkan cara berfikir deduktif. Dengan demikian, keterpaduan konsep tidak dipilah-pilah dalam berbagai disiplin ilmu, tetapi dikait-kaitkan menjadi pengalaman belajar yang bermakna.
Ketiga, hierarkis maksudnya ialah berkembang secara bertahap mulai dari hal-hal yang sederhana ke hal-hal yang lebih kompleks. Oleh karena itu, dalam hal ini persoalan-persoalan seperti rutan logis, keterkaitan antarmateri pelajaran, dan cakupan keluasan materi pelajaran menjadi penting dan sangat perlu untuk diperhatikan.   
Dengan demikian, landasan psikologi dalam pembelajaran tematik tidak lepas dari adanya tahap perkembangan anak dalam belajar dan menerima hasil belajar yang disampaikan oleh pendidik, baik itu perkembangan  secara kognitif, afektif, maupun psikomotor.

 B.  Karakteristik  Perkembangan Kognitif Anak Usia MI/SD
Perkembangan kognitif anak berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh  Piaget terjadi dalam empat tahapan.[3] Di mana pada masing-masing tahap berhubungan dengan usia dan tersusun dari jalan pikiran yang berbeda-beda. Menurut Piaget, semakin banyak informasi tidak membuat pikiran anak lebih maju. Kualitas kemajuannya berbeda-beda. Empat tahapan tersebut yaitu sebagai berikut:
1.      Tahap Sensorimotor
Tahap ini dimulai yaitu sejak anak lahir hingga ia usia 2 tahun atau usia 0-2 tahun. Dalam tahap ini bayi membangun pemahaman tentang dunia dengan mengoordinasikan pengalaman indera dengan gerakan motor. Maksudnya di sini bahwa bayi dapat mengenali lingkungan yang ada di sekitarnya dengan menggunakan panca inderanya dan kemampuan motoriknya bayi dapat bergerak, merangkak, dan peradaban. Saat  menjelang akhir tahap bayi melangkah lebih maju ke pemikiran simbolis.
2.      Tahap Pra-Operasional
Tahap ini dimulai saat usia 2 hingga 7 tahun. Di mana pemikiran simbolis (warna, bentuk, gambar , dan lain-lain) meningkat  tetapi pemikiran operasional belum ada.
3.      Tahap Operasional konkret
Tahap ini dimulai saat usia 7 hingga 11 tahun. Dalam buku lain ada yang menyebutkan saat usia 6-12 tahun. Di mana anak kini sudah bisa bernalar secara logis tentang kejadian-kejadian konkret dan mampu mengklarifikasi objek ke dalam kelompok yang berbeda-beda. Jadi dalam tahap ini anak mampu mengambil kesimpulan berdasarkan logika daripada persepsi sederhana. Dan masalah sederhana dapat dipecahkan dengan sistematis.
4.      Tahap Operasional Format
Tahap ini dimulai saat usia 11 hingga dewasa. Di mana anak telah masuk usia remaja menuju dewasa yang mulai berfikir secara lebih abstrak, idealistis, dan logis.
Berdasarkan tahapan-tahapan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa dari usia awal tahap belajar anak masih dalam hal yang bersifat konkret dan sederhana, sedangkan saat usia mereka masuk usia remaja atau menuju tahap usia dewasa maka anak akan lebih berfikir secara abstrak yaitu tanpa melihat objek secara langsung, lebih berfikir kritis, dan logis.

 C.  Karakteristik Pertumbuhan Fisik Anak Usia MI/SD
Pertumbuhan fisik anak dalam persepektif psikologi perkembangan dijelaskan oleh Diah Ayuningsih bahwa karakteristik perkembangan siswa pada kelas satu, dua, dan tiga sekolah dasar biasanya pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan. Dalam hal ini mereka telah mampu mengontrol tubuh dan keseimbangannya. Seperti mereka telah mampu melompat dengan kaki secara bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola, dan telah berkembang koordinasi antara tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun memegang gunting. Selain dari segi fisiknya, perkembangan siswa dari sisi soosialnya terutama pada usia awal sekolah dasar, mereka telah menunjukkan keakuannya tentang jenis kelamin, mulai berkompetisi dengan teman sebayanya, mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.[4]
Sebenarnya selama masa anak anak awal , pertumbuhan fisiknya berlangsung secara lambat, dibandiingkan saat masih bayi. Meskipun sedikit lambat tingkat pertumbuhan saat masa anak awal, namun keterampilan motoriknya berkembang pesat.

 D. Karakteristik Perkembangan Kemampuan Motorik Anak Usia MI/SD
Perkembangan motorik adalah suatu proses tumbuh kembang gerak seorang anak , di mana pada dasarnya, perkembangan ini sejalan dengan kematangan saraf dan otot anak .Beberapa ciri yang dapat dilihat dari perkembangan motorik anak yaitu seperti saat anak mulai ingin belajar untuk bergerak (sekitar usia 1 hingga 2 tahun) maka anak akan belajar melangkah kemudian terjatuh dan bangkit lagi untuk berjalan lagi. Saat anak mulai memasuki usia 2 tahun ke atas , maka sistem saraf anak pun akan berkembang lebih matang dari usia sebelumnya, seperti si anak mulai belajar berjalan dengan cepat atau bahkan berlari. Pada tahap yang lebih matang lagi, otot/ saraf motorik anak juga akan semakin berkembang lebih sempurna seperti si anak telah mampu mengangkat benda-benda berat.
Dari hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa perkembangan motorik pada anak ada dua macam yaitu motorik kasar dan motorik halus.
1.      Keterampilan motorik kasar
Anak usia prasekolah tidak perlu lagi melakukan usaha hanya sekedar untuk berdiri tegak dan bergerak ke sekitarnya. Mereka dapat melakukan itu tanpa ada lagi dukungan atau bantuan dari orang dewasa. Namun, mereka sudah mampu melkukannya secara mandiri. Misalnya pada anak usia 3 tahun, mereka suka melakukan gerakan-gerakan yang sederhana seperti berjingkrak-jingkrak, melompat, berlarian ke sana kemari, di mana kegiatan yang mereka lakukan itu, mereka  anggap sebagai suatu kebanggan dan prestasi.
 Pada anak usia 4 tahun, mereka masih suka melakuan gerakan yang sama seperti saat mereka berusia 3 tahun. Namun, pada anak usia 4 tahun, mereka jauh lebih berani dalam mengambil resiko. Karena dalam hal ini mereka ingin menunjukkan kemampuan atltetik mereka. Seperti mereka telah mampu naik turun tangga dengan satu kaki. Sedangkan pada anak usia 5 tahun, akan lebih berani lagi dalam mengambil resiko dibandingkan saat usia 4 tahun. Misalnya, mereka berani untuk memanjat suatu objek, berlari dengan kencang dan bahkan berlomba dengan teman sebayanya.
Jadi, dapat dikatakan bahwa dalam perkembangan motorik kasar ini, perkembangan  anak lebih banyak berpusat pada perkembangan secara fisiknya atau ketangkasannya.
2.      Keterampilan motorik halus
Pada keterampilan ini, misalnya pada anak usia 3 tahun masih timbul kemapuan dalam menempatakan dan memegang benda-benda. Meskipun mereka telah mampu memegang benda-benda kecil dengan jari telunjuk dan ibu jari atau di antara keduanya, namun mereka dapat secara mengejutkan mendirikan sebuah menara sederhana dari benda-benda tersebut, contohnya dengan cara menyusun balaok-balok menjadi menara. Selain itu, mereka juga telah mampu menyusun teka-teki gambar sederahana dari beberapa potongan-potongan gambar. Atau mereka mamppu untuk menysun balok-balok pada lubang-lubang yang sesuai dengan bentuknya.
Sedanggkan pada usia 4 tahun, koordinasi motorik halus anak telah semakin meningkat dam menjadi lebih cepat. Misalnya saat menyusun balok-balok menjadi menara mereka berusah untuk menyusunnya secara lebih sempurna atau lebih tinggi. Sedangkan pada usia 5 tahun akan semakin meningkat lagi perkembangan motorik halusnya. Seperti koordinasi antara tangan, lengan, dan tubuh bergerak bersama dengan kecepatan mata. Misalnya mereka meminta suatu penjelasan dari suatu benda yang mereka temuikepada orang dewasa.
Jadi, dalam tahap perkembangan motorik halus ini, anak telah mampu mengkoordinasikan beberapa anggota geraknya dengan anggota tubuh yang lainnya. Sehingga hal ini juga dapat mendorong adanya kemunculan perkembangan kognitif dari anak.
  E.   Karakteristik Perkembangan Afeksi Anak Usia MI/SD
Afeksi yaitu suatu sikap moral atau kepribadian, seperti kejujuran, keramahan, dan lain-lain. pada tahun 1950-an Peck dan Haviqhurst mengembangkan tipologi kepribadian  yang disebut dengan Teori Motivasi yang ditinjau dari psikososial.[5] Tipe watak ini anak mempengaruhi pola motivasi individu.
1.      Tipe A-Moral
Pada tipe ini, watak anak sepenuhnya egosentris (lebih dominan), memuaskan dirinya tanpa menghiraukan orang lain.
2.      Tipe Expedient
Pada tahap ini, watak anak sedikit egosentris, patuh tanpa sistem moral internal, dan dapat memuaskan kebutuhan diri, namun masih diatur oleh control eksternal. Jadi dalam kondisi tipe ini, watak anak masih mementingkan dirinya sendiri namun tidak dominan dan anak masih dalam control dari pihak lain seperti dari orang tuanya.
3.      Tipe Expediendt
Dalam tahap ini, watak anak belum memiliki sistem moral internal yaitu tentang baik dan buruk, tapi masih kaku dan ketat, tanpa pertimbangan atau pengecualian, serta masih mengabaikan perasaan orang lain (tidak rasional).
4.      Tipe Expedient
Dalam tipe ini, sistem moral anak sudah berkembang, dan anak juga sudah mulai menyadari akan kebutuhan dan keinginan orang lain, serta sensitif dan rela berkorban untuk orang lain. Jadi, dalam hal ini anak tidak lagi teralalu mengedepankan sifat egoisnya.

  F.     Karakteristik Bahasa Anak Usia MI/SD
Para ahli bahasa yang menganut aliran fungsional, mereka menegaskan bahwa bahasa digunakan sebagai medium utama pengungkap makna, pikiran, perasaan, dan pengetahuan manusia tentang dunianya yang pada realitasnya selalu terintegrasi. Selain itu, bahasa juga sebagai medium atau perantara utama dalam berkomunikasi, karena melalui bahasa maka makna dapat dikomunikasikan dalam masyarakat pemakai bahasa. Jadi dalam pembelajaran, bahasa merupakan media komunikasi antara pendidik dan peserta didik serta antara peserta didik dan peserta didik.
Menurut pandangan Piaget, ia menegaskan bahwa peserta didik di jenjang sekoalah dasar dari sisi perkembangan kognisinya berada pada tahap operasional konkret, yaitu di mana pesrta didik dapat dengan mudah mempelajari sesuatu melalui kegiatan dan pengalaman yang nyata dan konkret. Kegiatan ini dilakukan melalui manipulasi benda-benda dalam lingkungan belajar. Dan begitu pula dengan pembelajaran di sekolah lebih cenderung melalui aktivitas fisik. Maka dalam hal ini, anak atau peserta didik harus dilibatkan dalam berbagai kegiatan konkret dan bahasa berperan sebagai bagian serta sarana untuk merealisasikan kegiatan tersebut. [6]
Selain belajar dalam hal yang konkret, menurut pandangan Vygostsky bahwa anak-anak belajar dalam konteks sosial. Maksudnya di sini yaitu bahwa anak perlu belajar dalam kegiatan kelompok di mana anak dapat melakuakn interaksi dalam kelompoknya yang di antara anggotanya ada yang lebih tahu dengan yag kurang tahu. Secara singkatnya bahwa anak perlu didorong agar berinteraksi dan belajar dengan orang  lain yang lebih tahu atau lebih dewasa (guru) ,yang lebih berpengetahuan dan berpengalaman untuk menuntun anak pada tingkat pemahamannya dan bisa mencapai kemampuan maksimalnya.

  G.  Karakteristik  Perkembangan Otak Anak Usia MI/SD
Otak merupakkan salah satu bagian terpenting dalam tumbuh kembang seorang anak dan merupakan bagian yang tumbuh paling cepat. Peningkatan ukuran otak dipengaruhi oleh peningkatan mielinisasi yaitu suatu proses di mana sel-sel saraf ditutup dan disekat dengan suatu lapisan sel-sel lemak. Proses ini memiliki dampak meningkatkan kecepatan informasi yang berjalan melalui sistem urat syaraf.[7] Mielinisasi ini sangat penting bagi pendewasaan anak, peningkatan kematangan otak yang dikombinasikan untuk memperoleh pengalaman dan pemunculan kemampuan kognitif. Pertumbuhan otak anak, menurut Yeterian dan Pandya bahwa pada saat bayi hingga mencapai usia 2 tahun, rata-rata memilki ukuran otak 75 % dari ukuran otak orang dewasa, dan saat anak usia 5 tahun ukuran otak yang dimiliki anak mencapai sekitar 90 % dari otak orang dewasa.
Mielinisasi ini penting sekali dalam pematangan sejumlah kemampuan anak. Misalnya, meilinisasi di daerah otak yang berkaitan dengan koordinasi tangan-mata tidak komplit hingga sekitar usia 4 tahun. Adanya pertambahan kematangan otak ini yang dikombinasikan dengan berbagai peluang dapat memberikan pengalaman kepada anak tentang dunia yang lebih luas lagi, sehingga dapat juga mempengaruhi perkembangan kognitif dan juga perkembangan bahasa anak.

  H.  Implikasi Karakteristik Anak MI/SD pada Pembelajaran Tematik Terpadu
Implikasi karakteristik anak usia MI/SD pada pembelajaran tematik ini dapat dilakukan oleh berbagai pihak dan berbagai hal, yang antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Implikasi bagi guru
Peranan guru dalam pembelajaran terpadu ini adalah mengorientasikan pembelajaran terhadap kekuatan-kekuatan si anak saat anak tertantang untuk membuat atau menjalin informasi-informasi baru dari bidang studi yang berbeda dan dapat menguatkan pemahamannya yang terdahulu. Sehingga di sini guru harus mampu menyediakan kondisi belajar yang nyata bagi eksplorasi aktif anak, yang dimulai dari bentuk-bentuk yang ada di sekitar kehidupan anak, kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan anak lalu melangkah ke hal-hal yang lebih kompleks melalui bantuan dari pihak guru. Dalam hal mengembangkan pembelajaran ini, guru  memilki tanggung jawab seperti:
a.       Mengondisikan anak untuk menyukai, merasa gembira, dan senang belajar di sekolah. Maka dalam hal ini seorang guru atau pendidik dituntut untuk mahir dalam menciptakan kondisi belajar yang menarik bagi peserta didiknya.
b.      Mengembangkan berbagai cara dan metode yang menarik dan bervariasi dalam mengajar, seperti ceramah, menengahi konflik, pemecahan masalah, dan sebagainya.
c.       Mengobservasi gaya belajar anak, kebutuhannya dan menaruh perhatian atas tuntutan individual anak dalam kaitannya dengan implementasi kurikulum yang berlaku.[8]
Dari uraian di atas, penulis dapat mengambil suatu simpulan bahwa tugas seorang guru tidaklah semudah yang dibayangkan. Guru dalam pembelajaran harus mampu mennciptakan suasana belajara yang semenarik mungkin bagi siswanya dan juga dalam kondisi yang kondusif sehingga perkembangan anak dapat maksimal. Kondisi  kelas yang kondusif saat belajar akan sangat mempengaruhi kondisi psikologi dari peserta didik.
2.      Implikasi bagi siswa
Siswa merupakan subjek dalam pembelajaran tematik, sehingga siswa harus dikondisikan dengan baik dalam pemebelajaran, maka dari itu siswa :
a.       Harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam pelaksanaannya siswa dimungkinkan untuk bekerja baik secara individual, pasangan, kelompok kecil atau klasikal.
b.      Harus siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang bervariasi secara aktif, misalnya melakukan diskusi kelompok, melakukan penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.





BAB III
PENUTUP

A.             KESIMPULAN
            Dari pembahasan yang telah dipaparkan maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik berkaitan dengan psikologi perkembangan dan psikologi belajar anak. Di mana dalam hal ini perlu sekali diperhatiakan tahap-tahap perkembangan yang terjadi pada anak. Tiap anak memiliki ciri khasnya masing-masing, maka di sini peran seorang
            Pada karakteristik anak baik kognitif, afektif, motorik, bahasa, dan otaknya guru dalam membantu atau memfasilitatori anak sangat penting., dikemukakan oleh beberapa ahli secra berbeda-beda tiap tahapnya. Dan pada beberapa tahap tertama pada masa atau tahap anak usia 5 tahunan di mana dalam kondisi ini merupakan tahap emas yang perlu mendapatkan perhatian lebih agar perkembangan anak dapat berjalan dengan baik.




DAFTAR PUSTAKA

Ayuningsih, Dwi. Psikologi Perkembangan Anak . Yogyakarta: Pustaka Larasati.
Desmita. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2008
Idi, Abdullah. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Yogyakarta: Ar Ruzz Media. 2007
Majid, Abdul. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2014
Prastowo, Andi. Pengembangan Bahan Ajar Tematik: Panduan Lengkap Aplikatif. Yogyakarta: Diva Press. 2013
Prastowo, Andi. Pengembangan Bahan Ajar Tematik:Tinjauan Teoritis dan Praktik. Jakarta: Kencana. 2014
Rusman. Model-model Pembelajaran:Mengembangkan Profesionalisme Guru Jakarata: Rajawali Pers. 2010
Santrock, John W. Psikologi Pendidikan . Jakarta: Kencana Prenada Media Group.  2007

Santrock,  John W.  Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga. 2002

Sundayana, Wachyu. Pembelajaran Berbasis Tema: Panduan Guru dalam Mengembangkan Pembelajaran Terpadu. 2014





[1] Rusman, Model-model Pembelajaran; Mengembangkan Profesionalisme Guru (Jakarata: Rajawali Pers, 2010), hlm. 256.
[2]Ibid, hlm. 251

[3] John W. Santrock, Psikologi Pendidikan,  (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), hlm. 47.
[4] Dwi Ayuningsih, Psikologi Perkembangan Anak (Yogyakarta: Pustaka Larasati, Tanpa Tahun), hlm. 35-36.
[5] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2007),  hlm. 25

[6] Wachyu Sundayana, Pembelajaran Berbasis Tema: Panduan Guru dalam Mengembangkan Pembelajaran Terpadu,(Jakarta: Erlangga, 2014), hlm. 17
[7] John W. Santrock, Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, (Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 224
[8] Abdul Majid, Pembelajaran Tematik Terpadu (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 185.



Posted By:Syahadati Nur Maghfiroh


1 komentar:

  1. CasinoWow Review 2021 ᐈ Is This Site Rigged?
    CasinoWow is a reliable casino for UK players. We reviewed CasinoWow. Here you can read our 1XBET review of this UK-based 메리트카지노 online casino. Rating: 3.7 · ‎Review 온카지노 by CasinoWow

    BalasHapus